Selamat Datang Di Blog PMI Kabupaten Manggarai. Terima Kasih Kepada Para Donor Sukarela: Sekantong Darah Yang Anda Sumbangkan Menyelamatkan Nyawa Saudara/i Kita Yang Membutuhkan. Tetaplah Setia Mendonorkan Darah Setiap Tiga Bulan. Kami Tetap Menantikan Kedatangan Anda

Senin, 30 Juni 2014

Program Pendampingan Unit PMR: Secercah Harapan Menuju PMR Yang Berkualitas*



Unit Palang Merah Remaja yang berada dalam wilayah PMI Kabupaten Manggarai menunjukkan geliat pertumbuhan yang menjanjikan, hal ini dilihat dari semakin banyaknya sekolah – sekolah yang memiliki unit PMR. Berdasarkan data yang ada di Markas PMI Manggarai sampai dengan tahun 2014, telah terdapat 15 unit PMR aktif yang ada dalam wilayah kota Ruteng (Ibu Kota Kabupaten Manggarai). Semakin bertumbuhnya unit – unit PMR ini menandakan besarnya kecintaan dan ketertarikan para remaja Manggarai terhadap organisasi sosial kemanusiaan ini. Bertambahnya anggota PMR dan unit – unit PMR merupakan aset yang sangat berharga bagi PMI Kabupaten Manggarai dalam menjalankan tugas – tugas kemanusiaan dan mensosialisasikan prinsip – prinsip dasar organisasi Palang Merah.
Namun dengan semakin bertambahnya unit – unit PMR ini menjadikan pengurus PMI Kabupaten Manggarai harus bekerja ekstra keras dalam melakukan pembinaan dan dukungan teknis pengembangan unit PMR seperti yang tertuang dalam Memorandum Of Understanding (MOU) antara Ketua Palang Merah Indonesia dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor : 0317/MOU PMI-KEMENDIKBUD/II/2012. Agar bukan saja kuantitas PMR yang diperhatikan tetapi kualitas dari anggota PMR harus pula diutamakan.
Dalam bincang – bincang antara Ketua PMI Kabupaten Manggarai dan Ketua Korps Sukarela (KSR)  serta relawan PMI Kabupaten Manggarai pada akhir Januari 2014 lalu mengenai pola pembinaan unit – unit PMR diperoleh satu poin penting bahwa Relawan PMI Kabupaten Manggarai akan bertanggung jawab sepenuhnya mendampingi sekolah – sekolah yang memiliki unit PMR dan akan membagi tugas kepada para relawan yang telah terlatih untuk mendampingi unit – unit PMR tersebut. Hasil kesepakatan tersebut akhirnya dituangkan dalam program kerja Korps Sukarela PMI Kabupaten Manggarai, yang telah dibahas dalam Musyawarah Kerja Kabupaten(MUKERKAB) PMI Manggarai Tahun 2014 (09/03/2014).
 Yoseph Palemus Cetak, Ketua Korps Sukarela ( KSR) PMI Kabupaten Manggarai mengatakan bahwa program pendampingan ini sebagai wujud tanggung jawab dari para relawan yang telah banyak mendapatkan ilmu dan pelatihan dari PMI untuk membagikan kembali ilmu ini kepada para anggota PMR. “ kita sudah mendapatkan banyak ilmu dari PMI secara cuma – cuma maka sudah saatnya kita pun harus memberikan juga secara cuma – cuma ilmu yang telah kita dapat ini kepada adik – adik kita yang punya kemauan untuk mengikuti jejak kita sebagai relawan” demikin ungkap Yoseph.
Yoseph Palemus melanjutkan bahwa Para pembina PMR yang telah mendapatkan pelatihan harus pula dibimbing dan didampingi agar pola pembinaan PMR dapat terarah sesuai dengan kurikulum PMR. 
Program pendampingan ini dimulai dari bulan April dan berakhir sampai waktu yang tidak ditentukan. Kegiatan yang diprakarsai oleh para relawan ini mendapatkan apresiasi yang besar dari para Pengurus PMI Kabupaten Manggarai. Marsel Seda
 *berita ini sudah dimuat di Buletin PMI Manggarai Edisi 1 thn 2014

Berita Lainnya

Jumat, 27 Juni 2014

Erlan Yusran : Seorang Pengacara yang Humanis dan Religius (Profile)



 “Tuhan itu ada!” Tiba-tiba datang bantuan yang mustahil!” Kita menerima dengan cuma-cuma karena itu kita harus berikan dengan cuma-cuma!”
Demikianlah penggalan-penggalan kalimat yang bisa jadi merupakan credo iman personal dari seorang Erlan Yusran, SH. Ia mengakui adanya Tuhan bukan hanya dalam warisan doctrinal komunal yang terlestari dalam  agama yang dianutinya. Ia mengenal dan mengalami Allah yang hidup dalam keseharian rutinitas. Karena itu bagi pengacara yang sudah makan garam dalam mengawali pelbagai kasus perkara ini, aksi mendonorkan darah secara sukarela yang sudah lebih dari 53 kali dilakukannya merupakan semata-mata bentuk realisasi iman. “Kalau Kristus yang saya imani rela menyerahkan nyawa-Nya bagi saya, mengapa saya tidak memberikan setitik darah (bukan nyawa) yang saya terima dengan cuma-cuma kepada sesama,”  demikian kata Pa Erlan.

Berikut adalah wawancara lengkap 2 staf redaksi Warta PMI Manggarai dengan Pa Erlan yang ditemui di kantornya pada Kamis 27 Maret 2014.

Pewawancara
“Bisa ceritakan sedikit tentang asal dan keluarga bapak?”

Pa Erlan
“Saya berasal dari Sulawesi Selatan. Lahir pada 10 Desember 1969. Jadi sekarang sudah berusia 44 tahun. Saya anak ke-9 dari 12 bersaudara/i. Sejak tahun 1999 saya mulai menetap di Ruteng. Istri saya bernama dr Immaculata Veronika Djelulut (sekarang menjadi kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Barat, sebelumnya menjadi direktur RSUD Maumere-red). Kami dianugerahi 3 orang anak. Yang sulung bernama Mikhael Eri Prayoga Yusran dan sedang duduk di bangku kelas 2 SLTP Fransiskus. Dua yang lainnya bersekolah di SDK Ruteng V yakni  Ursula Jovanka Natasya Yusran dan yang bungsu Brigita Yohana Yiver Yusran.”

Pewawancara
“Selain sebagai pengacara, apa lagi profesi bapak?”

Pa Erlan
“Sejak Mei 2010 saya dipercayakan menjadi Ketua Pelaksana Dewan Pastoral Paroki (DPP) Katedral Ruteng. Ada kisah menarik tentang hal ini,“ imbuh Pa Ruslan. “Pada mulanya semua jajaran pengurus tahu kalau masa jabatan kami adalah 3 tahun dari Mei 2010 sampai Mei 2013. Akan tetapi ketika acara pelantikan, Romo Pastor Paroki membacakan masa jabatan saya selama 5 tahun yakni dari Mei 2010 sampai dengan Mei 2015. Saya pikir ada kekeliruan, kata pak Yusran”.  Ketika dikonfirmasi pada Romo Paroki memang yang tertulis pada SK, masa jabatannya adalah 5 tahun. Selanjutnya kami mengkonfirmasi lebih lanjut ke Romo Vikjen dan kata Romo Vikjen, “Apa yang tertulis tetap tertulis”. “Ha….ha….. untung bukan jabatan pemerintahan, masa jabatan makin lama makin enak, “sambung Pa Yusran sambil tertawa.

Pewawancara
Kenapa bisa begitu? Apakah karena Romo melihat Pa Erlan memiliki kinerja yang baik untuk memajukan Paroki Katedral?

Pa Erlan
“Entahlah! saya tidak tahu. Romo yang tahu karena waktu itu saya dan teman-teman juga belum mulai bekerja.”

Pewawancara
Baik Pak kita pindah topik tentang donor darah. Apakah di dalam keluarga bapak ada kebiasaan untuk mendonorkan darah secara rutin?

Pa Erlan
“Kalau dikatakan ada kebiasaan mendonorkan darah, sebenarnya tidak ada. Memang beberapa orang saudara saya pernah mendonorkan darah tetapi tidak rutin. Saya sendiri mulai mendonorkan darah ketika masih SMA di Makasar. Waktu itu kebetulan ada yang membutuhkan golongan darah O dan golongan darah saya O maka spontan saya bersedia mendonorkan darah.”

Pewawancara
Apakah donor darah sukarela yang ke-53 sudah terhitung sejak bapak donor pertama kali itu?

Pa Erlan
“Tidak! Saya baru rutin mendonorkan darah secara sukarela ketika bertugas di Ruteng yaitu sejak tahun 2000”

Pewawancara
Kalau begitu artinya bapak sudah mendonorkan darah lebih dari 53 kali?

Pa Erlan
“Ya benar. Hanya sebelumnya tidak tercatat karena saya tidak mendonorkan darah secara rutin.”

Pewawancara
Baik bapak sudah mendonorkan darah lebih dari 53 kali. Kalau kita buat perhitungan, seandainya sudah 50 kali mendonorkan darah saja sama artinya dengan mendonorkan darah tanpa henti selama 12,5 tahun. Itu juga sama artinya bapak telah memberikan 17.500 ml darah kepada mereka yang membutuhkan. Pertanyaannya, apa sebenarnya yang menjadi motivasi bapak?

Pa Erlan
“Apa ya? Satu kalimat: Realisasi iman.”

Pewawancara
Apa artinya? Bisa dijelaskan?

Pa Erlan
“Artinya saya terlebih dahulu menerima begitu banyak pemberian Tuhan.  Apa salahnya kalau saya memberikannya kepada orang lain. Hal itu juga bukan hanya berkaitan dengan mendonorkan darah. Itu sudah menjadi semacam  prinsip yang saya terapkan dalam hidup harian saya. Bersamaan dengan kesediaan untuk mendonorkan darah secara sukarela saya juga sudah mendaftarkan diri menjadi pendonor mata. Jadi jika kelak saya meninggal dunia,  keluarga saya akan menelfon pihak bank mata agar mengambil mata saya dan diberikan kepada mereka yang membutuhkan.

Pewawancara
Mengapa?

Pa Erlan
“Ya seperti tadi realisasi iman. Kita telah terima cuma-cuma dari Tuhan maka kita harus berikan dengan cuma-cuma pula. Itu saja. Bahkan sekarang saya masih mencari cara agar ginjal saya juga bisa didonorkan kelak ketika sudah meninggal dunia.”

Pewawancara
Apakah aksi mendonorkan darah secara teratur bermanfaat bagi kesehatan bapak?

Pa Erlan
“Bisa ya! Bisa tidak! Karena sebelum menjadi pendonor darah sukarela yang rutin, saya merasa sehat dan setelah mendonorkan darah saya merasa lebih sehat”.

Pewawancara
Lebih dari 53 kali mendonorkan darah mengindikasikan kesehatan bapak baik. Mungkin bisa bagikan tips-tips bagaimana menjaga kesehatan yang baik?

Pa Erlan
“Tips? Tidak ada tips-tips khusus. Kalau dinilai dari segi kesehatan pola makan dan istirahat saya justru tidak memenuhi persyaratan hidup sehat. Saya seringkali tidur larut malam sampai jam 2 dini hari atau lebih jika sedang mendalami satu perkara. Saya juga seringkali makan tidak tepat waktu dan ritmenya berganti-ganti serta tidak menuntut diet khusus. Mungkin satu hal yang bisa membuat saya bertahan, “berpikir positif”. Dengan berpikir positif segalanya menjadi baik. Karena itu di sela-sela kesibukan saya tetap menyempatkan diri mendonorkan darah. Bahkan saya tidak menunggu 3 bulan sekali baru mendonorkan darah. Saya sudah seringkali mendonorkan darah hanya berselang dua bulan lebih dengan jadwal donor sebelumnya. Kalau petugas UDD menyatakan saya memenuhi persyaratan, saya juga siap-siap saja. Biasanya ada semacam alarm dari dalam tubuh ketika waktu mendonorkan darah tiba. Badan terasa berat atau kepala terasa agak pusing. Bagi saya hal ini adalah sinyal pemberitahuan agar saya segera mendonorkan darah.

Pewawancara
Dari data yang dihimpun UDD PMI Manggarai di RSUD Ruteng selama tahun 2013 ada 2.771 orang mendonorkan darah. Dari jumlah itu 2.578  (93%) orang yang menjadi pendonor pengganti dan hanya 193 (7%) orang yang menjadi pendonor sukarela. Menurut bapak mengapa masyarakat Manggarai masih enggan mendonorkan darahnya secara sukarela?

Pa Erlan
“Ini pendapat pribadi ya. Menurut saya hal ini sangat bergantung pada pribadi tiap-tiap orang. Jangankan hal mendonorkan darah. Hal lain contohnya, banyak orang kaya di Ruteng tetapi lebih banyak lagi orang miskin yang hidupnya melarat. Apakah orang-orang kaya terketuk hatinya untuk memberikan sebagian kecil kekayaannya kepada orang miskin dengan sukarela? Inikan sangat bergantung pada pribadi seseorang. Bagaimana ia menghayati imannya. Kalau saya, Seperti yang saya katakan tadi, iman itu perlu direalisasikan. Sebagai contoh kecil, biasanya pengacara yang mendampingi seorang klien akan mendapat sejumlah upah dari hasil advokasinya akan tetapi saya seringkali mengalami sebaliknya. Saya harus keluarkan uang untuk membantu klien yang kurang mampu. Saya lakukan itu dengan ikhlas, dengan cuma-cuma. Memang kadang hal ini bisa menjadi perdebatan kecil dengan istri. Ya tetapi begitulah. Iman harus direalisasikan. Kita jangan membuat hitung-hitungan dengan Tuhan karena kita sudah lebih dahulu berhutang pada-Nya. Kalau mau dihitung misalnya 1 tarikan nafas saja dihargakan Rp 1 sudah berapa rupiah yang kita gunakan selama kita hidup?”

Pewawancara:
Apa pesan Pak Yusran untuk masyarakat Manggarai?

Pa Erlan
“Sejauh yang saya tahu tubuh kita mempunyai kemampuan untuk mereproduksi darah tanpa henti. Kalau memang demikian mengapa kita harus takut kehilangan darah? Toh darah yang kita sumbangkan akan kita dapatkan kembali secara otomatis. Karena itu saya mengutip injil Matius, “Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma (Mat 10:8 -red).”

Pewawancara:
Apa bapak mempunyai motto hidup?

Pa Erlan
Saya mempunyai beberapa motto hidup tetapi yang sesuai dengan aksi mendonorkan darah secara sukarela adalah, “HIDUP CUMA SEKALI, KARENA ITU KITA HARUS BUAT YANG TERBAIK.”
 (Pewawancara: Willy & Marsel)


Berita Lainnya



Kamis, 26 Juni 2014

MENGUBAH PARADIGMA “JUAL-BELI” DARAH

Selama hampir sebulan medium online PMI Kab Manggarai vacuum dengan postingan. Kini kami hadir lagi dengan edisi spesial dari buletin PMI Kab Manggarai Edisi I tahun 2014. Dengan publikasi online ini diharapkan bisa membantu para relawan dan simpatisan PMI Manngarai mengetahui informasi kegiatan PMI Kab Manggarai.Selamat Membaca!

MENGUBAH PARADIGMA “JUAL-BELI” DARAH

Beberapa saat  yang lalu melalui sebuah forum diskusi online, pernah dimuat tulisan mengenai apa yang dirasakan penulis sebagai sebuah kejanggalan. Secara garis besar, tulisan ini memuat poin utama bahwa menurutnya terjadi kejanggalan, di mana di suatu daerah  di Kalimantan Selatan, harga sekantong darah yang didapat langsung dari PMI sama harganya dengan harga sekantung darah yang didapat dari donor darah pengganti (donor darah yang disiapkan keluarga). “Aneh, nebus satu kantong darah langsung ke PMI harganya sama dengan satu kantong darah hasil donor darah keluarga yakni 250 ribu” demikian ia menulis.

Hal yang sama, dalam satu kesempatan ketika diajak untuk donor darah, seorang teman pernah berujar “kita donor darahnya gratis, kenapa pasien penerima harus membayar?!”. Pikiran seperti ini, seringkali ada di benak pendonor, pasien penerima donor ataupun keluarga pasien. Bahkan sebagian orang menganggap harga sekantong darah mungkin sedikit mahal. Pikiran yang sedikit logis memang, karena kebanyakan masyarakat hanya mengetahui proses donor darah hanya pada dua kegiatan; pendonor mendonor darah dan pasien menerima darah.

Namun demikian, proses donor darah tidaklah sesederhana itu. Banyak tahapan yang harus dijalani sebelum darah yang secara gratis didonorkan tersebut bisa sampai ke pasien. Tahapan dimaksud berkaitan dengan berbagai proses medis sesuai prosedur standar donor darah itu sendiri. Proses- inilah yang belum banyak diketahui masyarakat, sehingga anggapan bahwa darah “diperjual-belikan” hingga saat ini masih muncul di masyarakat.

Biaya Pengganti Pengolahan Darah

Direktur Unit Donor Darah (UDD) PMI Kabupaten Manggarai, dr. Elisabeth F. Adur, SpPk ketika menerima Warta PMI Manggarai di ruang kerjanya (26/03) menjelaskan bahwa anggapan bahwa darah diperjual belikan adalah pandangan yang keliru. Semua biaya yang dikeluarkan sehingga menghasilkan sekantong darah merupakan apa yang secara teknis disebut “biaya pengganti pengolahan darah”. Biaya yang dikeluarkan adalah biaya pengolahan darah, bukan biaya darah itu sendiri. Dengan kata lain, yang dikenai biaya adalah proses, bukan darahnya.



Lebih lanjut  dokter Ida menjelaskan harga sekantung darah pada UDD PMI Kabupaten Manggarai adalah Rp. 160.000 ditambah Rp. 16.500 untuk uji silang serasi yang prosesnya tidak dilaksanakan pada UUD PMI Kabupaten Manggarai melainkan pada pihak Rumah Sakit. Proses donor darah itu sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut. Diawali dengan pemeriksaan fisik kepada calon pendonor, biasanya meliputi pemeriksaan berat badan, pemeriksaan tekanan darah (tensi) dan anamnesis (riwayat medis). Proses berikutnya adalah pemeriksaan Hemoglobin (Hb) yang dilanjutkan dengan seleksi donor (screening) untuk memeriksa penyakit-penyakit yang bisa menular melalui darah, seperti Hepatitis  B, Hepatitis C, HIV, sipilis dan malaria. Jika darah yang discan telah lolos sampai pada tahap ini, maka darah dari pendonor baru bisa diambil.



Tahap berikutnya adalah uji silang serasi (crossmatching)  untuk menentukan cocok tidaknya darah donor dengan darah penerima untuk persiapan transfusi darah. Biasanya yang diperiksa adalah anti bodi dan rhesus. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memastikan bahwa transfusi darah tidak menimbulkan reaksi apapun pada resipien  serta sel-sel darah merah bisa mencapai masa hidup maksimum setelah diberikan, juga untuk memastikan tidak ada anti bodi pada darah pasien yang akan bereakasi dengan darah donor ataupun sebaliknya.



Selain proses yang memerlukan biaya, dokter Ida menjelaskan pula bahwa PMI Kabupaten Manggarai harus membeli kantong darah itu sendiri. Kantong darah yang digunakan bukanlah kantong darah biasa, melainkan kantong yang telah didesain khusus agar darah tidak mudah membeku dan tidak mudah rusak. “Itupun belum termasuk ongkos kirim” jelasnya.



Masih dibawah standar

Harga sekatung darah pada UUD PMI Kabupaten Manggarai sebenarnya masih wajar, malah terbilang murah jika dibandingkan  dengan harga maksimal sesuai Surat Edaran Menteri Kesehatan. Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK/Menkes/31/I/2014 tentang Pelaksanaan Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan, pada  nomor 9 a tentang tarif pelayananan kesehatan lainnya di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dijelaskan: tarif darah disesuaikan dengan tarif yang diatur di masing-masin daerah, maksimal  Rp. 360.000 per kantong (bag).



Hal ini dikuatkan pula oleh Keputusan Pengurus Pusat Palang Merah Indonesia Nomor : 017/Kep/PP PMI/2014 tanggal 22 Januari 2014 tentang Penetapan Biaya Pengganti Pengolahan Darah (BPPD) UDD PMI, bahwa biaya pengganti pengolahan darah sebesar Rp. 360.000 bila uji silang serasi dilakukan di UDD dan Rp. 335.000 bila uji silang serasi dilakukan di BDRS. Oleh karena itu, harga sekantung darah pada UDD PMI Kabupaten Manggarai jelas masih jauh di bawah harga standar. Menurut doker Ida, “murah”nya harga ini karena PMI Kabupaten Manggarai tidak menetapkan biaya pada beberapa komponen yang seharusnya bisa dikenakan biaya seperti biaya penyimpanan darah, biaya maintenance (perawatan) alat dan biaya pelatihan tenaga medis.


Dengan demikian, harga sekantong darah pada UDD PMI Kabupaten Manggarai terbilang standar bahkan murah jika dibandingkan dengan beberapa daerah lain. Murahnya harga ini tidak serta merta mencerminkan rendahnya kualitas/mutu pelayanan UUD PMI Kabupaten Manggarai, justru sebaliknya UDD PMI Kabupaten Manggarai berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan pelayanan transfusi/donor darah yang bermutu dengan peralatan dan tenaga medis yang memadai. Sekarang yang dibutuhkan adalah niat masyarakat untuk mendonor. Ingat, sekantung darah anda bisa menyelamatkan nyawa orang lain. “Mari mendonor darah”.(Rikard)